Kamis, 08 Januari 2009

Dracula III Legacy : Pembiasan Sejarah Lagi


Tadi malam saya sempat menonton film “DRACULA III LEGACY” di TransTV. Katanya itu film Trilogi. Seperti biasanya film Dracula ini berusaha membuang sejarah yang sebenarnya. Walaupun setting film ini di Rumania (tempat Dracula ‘asli’ hidup), masih saja Dracula digambarkan sebagai makhuk yang haus darah semacam vampir dan tidak masuk akal. Padahal dibeberapa bahasan (termasuk Wikipedia) menyatakan bahwa Dracula adalah pembantai umat Islam saat perang salib. Berikut pembahasannya:

Kisah hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk penjajahan sejarah yang begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo merupakan suatu fiksi yang kemudian direproduksi agar seolah-olah menjadi nyata oleh Barat, maka Dracula merupakan kebalikannya, tokoh nyata yang direproduksi menjadi fiksi. Bermula dari novel buah karya Bram Stoker yang berjudul Dracula, sosok nyatanya kemudian semakin dikaburkan lewat film-film seperti Dracula Daughter (1936), Son of Dracula (1943), Hoorof of Dracula (1958), Nosferatu (1922)-yang dibuat ulang pada tahun 1979-dan film-film sejenis yang terus-menerus diproduksi.

Lantas, siapa sebenarnya Dracula itu?

Dalam buku berjudul “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib� karya Hyphatia Cneajna ini, sosok Dracula dikupas secara tuntas. Dalam buku ini dipaparkan bahwa Dracula merupakan pangeran Wallachia , keturunan Vlad Dracul. Dalam uraian Hyphatia tersebut sosok Dracula tidak bisa dilepaskan dari menjelang periode akhir Perang Salib. Dracula dilahirkan ketika peperangan antara Kerajaan Turki Ottoman-sebagai wakil Islam-dan Kerajaan Honggaria-sebagai wakil Kristen-semakin memanas. Kedua kerajaan tersebut berusaha saling mengalahkan untuk merebutkan wilayah-wilayah yang bisa dikuasai, baik yang berada di Eropa maupun Asia . Puncak dari peperangan ini adalah jatuhnya Konstantinopel- benteng Kristen-ke dalam penguasaan Kerajaan Turki Ottoman.

Dalam babakan Perang Salib di atas Dracula merupakan salah satu panglima pasukan Salib. Dalam peran inilah Dracula banyak melakukan pembantain terhadap umat Islam. Hyphatia memperkirakan jumlah korban kekejaman Dracula mencapai 300.000 ribu umat Islam. Korban-korban tersebut dibunuh dengan berbagai cara-yang cara-cara tersebut bisa dikatakan sangat biadab-yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan yang paling kejam adalah disula. Penyulaan merupakan cara penyiksaan yang amat kejam, yaitu seseorang ditusuk mulai dari anus dengan kayu sebesar lengan tangan orang dewasa yang ujungnya dilancipkan. Korban yang telah ditusuk kemudian dipancangkan sehingga kayu sula menembus hingga perut, kerongkongan, atau kepala. Sebagai gambaran bagaimana situasi ketika penyulaan berlangsung penulis mengutip pemaparan Hyphatia:

“Ketika matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan segera dimulai. Para prajurit melakukan perintah tersebut dengan cekatakan seolah robot yang telah dipogram. Begitu penyulaan dimulai lolong kesakitan dan jerit penderitaan segera memenuhi segala penjuru tempat itu. Mereka, umat Islam yang malang ini sedang menjemput ajal dengan cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat kenangan indah dan manis yang pernah mereka alami.

Tidak hanya orang dewasa saja yang menjadi korban penyulaan, tapi juga bayi. Hyphatia memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi sebagai berikut:

“Bayi-bayi yang disula tak sempat menangis lagi karena mereka langsung sekarat begitu ujung sula menembus perut mungilnya. Tubuh-tubuh para korban itu meregang di kayu sula untuk menjemput ajal.

Kekejaman seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama ini disembunyikan oleh Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena dua sebab. Pertama, pembantaian yang dilakukan Dracula terhadap umat Islam tidak bisa dilepaskan dari Perang Salib. Negara-negara Barat yang pada masa Perang Salib menjadi pendukung utama pasukan Salib tak mau tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengorek-ngorek pembantaian Hilter dan Pol Pot akan enggan membuka borok mereka sendiri. Hal ini sudah menjadi tabiat Barat yang selalu ingin menang sendiri. Kedua, Dracula merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka dia akan selalu dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di Rumania , Dracula masih menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar sejarah pahlawan-pahlawan pasti akan diambil sosok superheronya dan dibuang segala kejelekan, kejahatan dan kelemahannya.

Guna menutup kedok kekejaman mereka, Barat terus-menerus menyembunyikan siapa sebenarnya Dracula. Seperti yang telah dipaparkan di atas, baik lewat karya fiksi maupun film, mereka berusaha agar jati diri dari sosok Dracula yang sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui usaha Barat untuk mengubah sosok Dracula dari fakta menjadi fiksi ini cukup berhasil. Ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dari seberapa banyak masyarakat-khususny a umat Islam sendiri-yang mengetahui tentang siapa sebenarnya Dracula. Bila jumlah mereka dihitung bisa dipastikan amatlah sedikit, dan kalaupun mereka mengetahui tentang Dracula bisa dipastikan bahwa penjelasan yang diberikan tidak akan jauh dari penjelasan yang sudah umum selama ini bahwa Dracula merupakan vampir yang haus darah.

Selain membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya Hyphatia juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang telah umum diketahui bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi tidak bisa dilepaskan dari dua benda, bawang putih dan salib. Konon kabarnya hanya dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan bisa dikalahkan. Menurut Hyphatia pengunaan simbol salib merupakan cara Barat untuk menghapus pahlawan dari musuh mereka-pahlawan dari pihak Islam-dan sekaligus untuk menunjukkan superioritas mereka.

Sumber:

http://www.arrahmah.com/index.php/forum/viewthread/630/

http://id.wikipedia.org/wiki/Drakula

image: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/en/2/2d/Dracula_iii_dvd_cover.jpg

Minggu, 04 Januari 2009

Palestina

Solidaritas kepada rakyat Palestina atas penyerangan Zionis ke Gaza sangat marak akhir-akhir ini. Hampir setiap hari kita menyaksikan berita di media yang meliput berita mengenai Palestina diiringi dengan sikap solidaritas di berbagai Negara, termasuk Indonesia. Boleh dibilang, agresi militer Zionis Israel ke Palestina merupakan ujian keimanan tersendiri bagi kaum muslimin. Setiap bom yang dihujamkan ke Palestina seolah bertanya dimana kekuatan kaum muslimin yang didengung-dengungkan ?, dimana kekuatan keimanan umat Islam yang dapat menghadirkan pertolongan Allah ?. Ini adalah tantangan tersendiri bagi kita umat Islam, seperti halnya agresi-agresi militer Negara-negara penjajah yang lain di negeri-negeri Islam. Kita mungkin ingat ketika salah satu TV di Qatar menyiarkan langsung agresi Amerika ke Irak, dan hal itu terjadi kembali di Palestina.

Bagaimana negeri Islam –yang kebanyakan Negara dunia ke-tiga – bisa lebih cepat berkembang sementara serangan demi serangan terus diluncurkan ke Negara tersebut. Bagaimana anak-anak bisa mengenyam pendidikan jika dihantui oleh pluru dan bom setiap hari. Kita rasakan bahwa umat Islam menjadi bulan-bulanan, tidak hanya di Negara terjajah, tetapi bagi Negara yang merdeka sekalipun umat Islam selalu menjadi sasaran kelaliman penguasa. Saat musim konflik, umat Islam dituduh sebagai dalang dan teroris. Saat musim Pemilu, potensi politik umat Islam hanya dijadikan komoditi untuk memperoleh kekuasan yang tidak bervisi.

Setiap sesuatu pastiada hikmahnya. Paling tidak kita bisa mengambil hikmah dari situasi Palestina saat ini sebagai bahan perenungan kita untuk lebih mendekatkan diri pada Allah SWT, sarana untuk mengingatkan kematian, lebih peduli kepada saudara.